Islam itu indah. Islam itu cinta
Kau hanyalah bayangan yang menarikan tari kebajikan untukku. Memahatkan senyap yang menggigil dalam kalbu.
Ketika bahasa tak lagi percaya pada kata apakah yang masih bisa kita ucap? : cinta Ketika wajahmu tak lagi menampakkan kening, mata, hidung dan mulut apakah yang masih bisa kukecup? : doa
Dan akhir adalah permulaan kau aku tak pernah menapaki mula juga mungkin tak pernah sampai pada selesai seperti puisi yang kutanam di kuntum hatimu
Untuk bisa membaca banyak buku diperlukan dua hal dimana uang dan waktu tidak termasuk diantaranya. Dua hal tersebut adalah gairah dan kerendahan hati bahwa kita banyak tak tahu.
Menjadi penulis itu tak cukup sekadar menjelma kutubuku, tetapi jadilah predator buku!
Pada sebuah buku yg berbicara tentang masa depan, aku melihat wajahmu menjelma pagi yang terbit di tiap halaman bersama asaku.
Kau yang paling rona, tapi mengapa semua jalan menujumu begitu gigil dan lindap? Sedang waktu kian berkarat dalam dekap
Senja yang retak. Kapalkapal berlayar membawa kenangan. Airmatamu menjelma puisi paling duri, paling angin.
Aku dan dia sama dengan selamanya," bisikmu. Dan aku pun berulangkali terperangkap dalam kulkas berisi puisipuisi setengah jadi ini.
Cinta dan memberi adalah dua kata sejati dalam kamus nurani
Kita perlu jatuh cinta atau patah hati untuk dapat membuat puisi yang bagus.
Kan sudah pernah kubilang padamu: aku tidak bisa mencintaimu dengan sederhana. Aku mencintaimu dengan semua kerumitan itu, pelik yang berkelip pelangi dari tiap rongga...
Tak mungkin ada cinta yang bertahan tanpa interaksi, yang tegar tanpa interupsi.
Setiap saat aku bisa belajar untuk mencintai ia yang sungguh-sungguh mencintaiku lewat kebaikannya, lewat keindahan yang disampaikan banyak orang tentangnya dan ketaksempurnaan yang menjadikannya manusia.
Merasa diabaikan? Mengapa marah dan resah? Yang perlu kau lakukan hanya terus bersinar, hingga ia tak bisa tak melihat kilau itu.
Kadang kita memang harus belajar hal yang berbeda dalam satu waktu: belajar untuk mencintai dan melupakan sekaligus.
Dahulu aku sering bertanya sendiri; kalau puisi itu berwujud akan seperti apakah dia? Matahari? Bulan? Bintang? Gunung? Laut? Bertahun lalu aku temukan puisi memancar mancar dari matamu, masuk ke dalam tubuhku. Seperti yang kau duga pada akhirnya aku...
Dan pancaran matamu adalah syair ribuan hari yang menyihir airmata jadi kuntumkuntum asa. Tubuh kita menjelma rumahrumah pasi di dada jalan yang selalu setia menampung sejarah, kenangan atas perjumpaan dan perpisahan berkali kali
Dan kerinduan pagi pada matari memberi jejak pada puisi yang resah senantiasa, memanjati dinding hari dalam dekapan memori, menanti takdir berikutnya bagi cinta tanpa spasi ini